“Coz loving U Gus…”

6 November 2007 pukul 8:41 am | Ditulis dalam Sastra | 1 Komentar
Tag: , ,

Ini merupakan kisah tentang gadis bernama Haura (berasal dari kata Khauro’ artinya bidadari), santri pondok AL Firdaus yang juga merupakan mahasiswi jurusan Sastra Inggris di sebuah perguruan tinggi. Dia merupakan aktivis baru dikampusnya. Saking sibuknya dikampus, Rara -begitu panggilan akrabnya- sering melupakan kegiatan pondok. Telat datang, jarang ngaji, sering tidur habis Subuh dan semacamnya. Bahkan dibanding santri lainnya, catatan iqob atas kesalahan yang dilakukannya menduduki peringkat tertinggi. Dia sering menjadi sasaran kemarahan sang Komandan Keamanan pondok, Mbak Durroh.

Namun hal itu berbalik seketika. Epifani *) itu dimulai saat dia mengenal seorang santri putra, yang mirip dengan kekasihnya waktu di MAN ( Madrasah Aliyah). Gus Jaka panggilannya, nama aslinya Azkabarra. Ia adalah anak angkat Mbah Yai Abdul Malik Wahid, pengasuh pondok Al Firdaus. Gus Jaka merupakan anak kandung dari kakak Bu Nyai Abdul Malik Wahid.

Petemuan pertama dengan Gus Jaka adalah waktu Rara dan temen-temen Jurusannya mengadakan rihlah untuk sosialisasi program kerja Himpunan Mahasiswa Jurusan di Tawangmangu. Saat itu Rara dikejar monyet liar, Rara teriak-teriak sambil berlari tak tentu arah, dan tak disengaja pandangan mata mereka saling bertautan. Waktu itu Gus Jaka dan temannya, Gus Amin, sedang melukis di salah satu hutan di bilangan Tawangmangu.
Kali kedua adalah waktu Art Expo yang juga diadakan oleh Jurusannya. Tueng-tueng. …… Rara terkesima dengan lukisan-lukisan Gus Jaka yang punya citarasa tinggi, ternyata Gus Jaka adalah pelukis dan kaligrapher tulen…..
Sejak itu Rara jadi rajin ngaji, sorogan, dan seabrek kegiatan pondok lainnya, apalagi ada beberapa materi yang diampu oleh Gus Jaka. Persiapan jadi mantu Mbah Yai, begitu kira-kira.

Rara memang gadis cantik. Karena kecantikannya, Rara bahkan pernah digosipkan akan dijadikan istri kedua dari Gus Im, pengasuh pondok juga, hanya karena Gus Ata, anak Gus Im yang masih kecil, imut dan periang, sering main ke kamar Rara, bahkan tak jarang ngajipun Rara harus memangku Gus kecilnya itu. Tapi ini hanyalah gusip eh gosip. Justru tak disangka-sangka, oleh Gus Im, Rara diminta mengajar Bahasa Inggris di Madrasah Manbaul Maarif milik Gus Im. Bagai ketiban gunung emas, justru disinilah dia bertemu intens dengan Gus Jaka yang juga mengajar di Madrasah itu.
Bahkan, Rara pernah menemukan file ter-protect yang isinya adalah kalimat-kalimat romantis Gus Jaka untuk Rara. Dia tahu kata-kata romantis itu untuknya karena dia bisa membuka file itu dengan mengetikkan namanya “HAURA” pada kotak kata sandinya. Ternyata Gus Jaka menggunakan nama HAURA, nama asli Rara untuk sandi file itu. Rara memang iseng. Kontan Rara menjadi berbunga-bunga atas kejadian itu.

Cinta tidak memberikan apa-apa kecuali hanya dirinya
Cintapun tidak mengambil apa-apa kecuali dari dirinya
Cinta tidak memiliki ataupun dimiliki
Karena cinta telah cukup untuk dicinta

bait puisi Kahlil Gibran dari buku Sang Nabi diatas merupakan sebagian yang tertulis dalam file yang dibuka Rara.
Akhirnya dia jadi doyan baca buku-buku tentang cinta. Art of Lovingnya Erich Fromm, misalnya. Hingga dia hafal diluar kepada konsep cinta ala Erich Fromm, mulai dari Care (Peduli), Renponsibility (Tanggungjawab) , Respect (hormat) dan Knowledge (Pengetahuan)

Epifani itu betul-betul nyata. Kegiatan kampus banyak dilupakannya. Dia datang ke kampus hanya jika ada rapat, dan ada tugas yang jelas padanya. Kebanyakan waktunya dihabiskan di pondok. Handphone yang kerap digunakan untuk komunikasi dengan rekan-rekan di kampusnya juga dia jual. Rara konsentrasi di pondok dan Madrasah. Satu ketika Rara terpilih menjadi Miss of Paradise di Pondoknya. Hingga kemudian dia harus memimpin Markazullughah, lembaga bahasa yang sebelumnya vakum. Inilah kali pertama dia terlibat dalam syu’nul ma’had (urusan rumah tangga pondok).

Dalam Markazullugah ini dia bertemu dengan Zahra Mun’isya. Zahra, merupakan gadis cantik, lembut, hafidzah, Ning lagi…! Nasab yang sempurnya..! kebangetan jika suaminya nanti menduakannya. Begitu penilaian Rara pada kakak angkatannya di pondok itu. Zahra berasal dari Tuban, sama persis dengan Rara. Dia adalah anak dari Gus Fakih, adik dari Mbah Yai. Gus Fakih adalah pengasuh Pondok Tarbiyatul Islamiyah Tuban. Zahra berdarah biru.

“Ustadzah Rara…” panggil Gus Jaka di suatu pagi di Madrasah Manbaul Maarif menjelang pelajaran pertama dimulai.
“Bisakah setelah pelajaran selesai kita bicara sebentar…? ” lanjut Gus Jaka.

“Oh Tuhan, akhirnya dia akan mengatakan segalanya… ” batin Rara yang berguncang hebat, bertabrakan dengan ombak asmara yang menggelora.
Jatuh cinta berjuta rasanya, begitu kurang lebih bait lagu dari Titiek Puspa di era 70-an, murid yang bandel jadi lucu dan menggemaskan, semua jadi menyenangkan. Dunia penuh dengan bunga-bunga yang dalam keadaan apapun selalu mekar memamerkan keindahannya. Konsentrasi mengajarnya buyar, Rara menunggu-nunggu bel pelajaran selesai, tidak sabar untuk segera menepati janji bertemu dengan Gus Jaka serta mecerap makna ditiap bait kata yang dilontarkan oleh Gus Jaka…….. .

Apakah yang hendak dikatakan Gus Jaka….?
Apakah Jaka, yang Gus itu benar-benar akan mengkhitbah Rara, santri yang tidak punya nasab darah biru kepesantrenan itu?

Silakan baca di novel pop pesantren “Coz loving U Gus..” karya Pijer Sri Laswiji **),Yogyakarta: Matapena, 2006.

*) titik balik
**)alumnus Pendidikan Bahasa Arab UIN SuKijo (Sunan Kalijogo) 2004, yang nyantri di PP Nurul Ummah sembari mengajar di TKNU (Taman Kanak-kanak Nurul Ummah) Yogyakarta.

diringkas dengan bebas oleh Gus_Pur
pada malam Selasa, hari ke enam, bulan ke sebelas
tahun duaribu enam
hari pertama sang komputer bernafas, setelah beberapa waktu matisuri
pukul 22:39:38 PM
di bumi perenungan Sendowo F145 Yogyakarta

Rembulan……..

6 November 2007 pukul 8:41 am | Ditulis dalam Sastra | 5 Komentar
Tag: , ,

Rembulan, asal katanya dari bulan, yang entah karena apa ditambahi “rem” . Jika “rem” ini disebut awalan, maka sangat jarang bahkan hanya “bulan” yang bisa diawali dengan “rem”. (rempeyek termasuk nggak ya? Anggap saja nggak ada biar seru 🙂

Jika kita mengucapkan kata bulan dan rembulan, secara “rasa” akan sangat berbeda. Bulan selalu kita kaitkan dengan benda angkasa yang menjadi satelit bumi, selalu mengitari bumi, yang di kala malam memantulkan cahaya matahari untuk menerangi sang bumi.

Berbeda jika kita mengucapkan rembulan. Kata rembulan jauh lebih halus dan dikatakan dalam waktu-waktu tertentu, dan kadang kala di personifikasikan. Laiknya Evie Tamala yang mengucapkan “Rembulan malam, berpijak di bumi berdebu ini” (penggalan lagu Selamat Malam Rembulan Malam). Rembulan di personifikasikan, yang diharapkan mau menyentuh bumi yang dianggap telah kotor (versi mBak Evie). Ya sebuah kerinduan akan sentuhan kedamaian dan pencerahan.

Seorang anak akan mengatakan dengan polosnya “Ayah, Bunda… lihat bulan itu, bulat ya? terang sekali”

Namun berbeda ketika sang Bunda mengatakan pada Suaminya, Ayah dari anak-anaknya, disaat anak-anak mereka telah terlebih dahulu tidur “Sayang.. rembulan itu begitu indah ya?” (gubrak…!! Sang ayah langsung pingsan) begitu kira-kira contoh pemakaian kata bulan dan rembulan di kehidupan nyata.

Namun perlu diingat, jika kita kembalikan pada asal katanya -bulan- kehadirannya hanya pada waktu-waktu tertentu saja, ya.. dia hanya hadir pada malam hari. Kalau toh hadir di siang hari maka bulan di atas sana tidak akan banyak digubris oleh para manusia.

Hadirnya sang bulan pada malam haripun tidak serta-merta mendapatkan perhatian dari para manusia. Bulan, sang Rembulan akan meng-indah dengan sempurna, total dan paripurna pada tanggal-tanggal pertengahan pada kalender bulan jawa/islam. Artinya keindahan sempurna sang rembulanpun harus dengan sabar kita nantikan bila kita ingin menikmatinya. Ada tanggal-tanggal tertentu yang mana kita harus rela melepas tanpa bisa menyentuh dan melihatnya., saaat itulah fase-fase kerinduan sang bumi mencapai puncaknya.

Tanggal dimana keindahan bulan bisa kita nikmati secara sempurna biasanya adalah pada tanggal 15. 15 terdiri dari 1 dan 5, jika kita kalikan menghasilkan 5, berarti keindahan sempurna adalah jika Rukun Islam yang lima itu telah sempurna kita laksanakan. Disamping itu jika kita tambahkan menjadi 6, artinya keindahan rembulan akan dapat kita nikmati dengan sempurnanya pengakuan akan 6 rukun iman. (jangan tanya kenapa dikali dan ditambah=sesuai filsafat jawa “otak-atik gathuk” ok :)

Sungguhpun demikian, bulan, sang Rembulan keindahannya hanyalah pantulan dari sang Matahari, setidaknya dengan melihat keindahan rembulan maka diharapkan kita tidak akan lupa akan keindahan yang sesungguhnya, tidak lupa akan Sang Empunya cahaya yang sesungguhnya -Sang Matahari- justru dengan keindahan Rembulan nalar hayal kita bisa pula membayangkan Sang Pemilik Cahaya yang sesungguhnya.

—————-

Saking populernya keindahan rembulan, sebagai pemantul cahaya Sang Matahari, maka malam keindahan sepasang pengantin, malam Zafaf pun disebut sebagai malam bulan madu.

Namun jangan sampai salah membolak-balik kata bulan. Karena jika kata ini kita perulangkan akan menjadi “bulan-bulan-nan”. Dan arti kata ini sangat tidak sejajar dengan arti-arti sebelumnya. Jangankan mendapatkan keindahan dan penerangan, justru jika orang menjadi bulan-bulannan yang didapat adalah kepala benjol, kaki keseleo, patah tulang , masuk rumah sakit dan yang semacamnya 😦 .

Maka sekali lagi kita memang harus hati-hati dengan bulan, Rembulan, penempatan pada porsi yang semestinyalah yang akan membuat Rembulan itu menjadi berkah untuk Bumi, tetap setia mengitari, setia menerangi ketika malam hari dan setia menanti ketika siang hari.

Untuk bisa mencapai bulan banyak hal yang harus kita persiapkan, sarana lengkap, satelit kelas dunia lengkap dengan peralatan pernafasannya serta kesiapan mental laiknya Neil Amstrong (lepas dari kontroversi benar tidaknya mereka ke bulan), baru kemudian meluncur melintasi awan dan segala bentuk keterasingan .mencapai indahnya rembulan

Silakan bersiap bagi yang ingin meraih rembulan

Malam rabu

Hari ke delapan belas bulan juli tahun duaribu enam

bumi perenungan, Sendowo f145 yogya 11:33:33 PM

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.
Entries dan komentar feeds.